nontontv

Sabtu, 17 Januari 2009

Bersikap keras kepada ahlul bid'ah bukan berati loyal

Ahlus Sunnah Wal Jama’ah terus senantiasa memperingatkan umat dari bahaya bid’ah dan ahlul bid’ah. Tanggapan dan tuduhan jelek terus dilancarkan oleh ahlul bid’ah, karena dada mereka terasa sesak tatkala segala kejahatan dan kesesatan mereka dibongkar oleh ahlus sunnah. Mereka merasa “keberatan” atas “sikap keras” ahlus sunnah atas segala penyimpangan yang mereka lakukan.
Mereka menyatakan : “Kenapa kalian justeru bersikap keras terhadap saudara sendiri, sementara kalian diam atas kejahatan Amerika dan sekutunya?!!.” Tak ayal lagi, tuduhan miring pun mereka lontarkan : “kalian telah menyenangkan musuh-musuh Islam, kalian telah loyal kepada para thaghut ….dst.
Mengajak umat kepada al Haq, dan membantah kebatilan dan para pembawanya termasuk prinsip terpenting ahlus sunnah wal jama’ah. Prinsip ini termasuk bagian dari amar ma’ruf nahi munkar yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman tentang Nabi-Nya

الذين يتبعون الرسول النبي الأمي الذي يجدونه مكتوبا عندهم في التوراة و الإنجيل يأمرهم بالمعروف و ينهاهم عن المنكر و يحل لهم الطيبات و يحرم عليهم الخبائث

“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka. Yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang dari munkar, dan menghalalkan bagi mreka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” [Al A’raf : 157]


Umat ini pun sebagai umat terbaik, ketika mereka merealisasikan prinsip ini, sebagaimana Allah tegaskan:


كنتم خير أمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف و تنهون عن المنكر و تؤمنون بالله

“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari munkar dan beriman kepada Allah.” [Ali ‘Imran : 110]

Ini merupakan akhlaq mereka dengan sesamanya:

و المؤمنون و المؤمنات بعضهم أوليآء بعض، يأمرون بالمعروف و ينهون عن المنك

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lainnya. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.” [At Taubah : 71]

Ketika prinsip amar ma’ruf nahi munkar ini mulai ditinggal, maka itu merupakan salah satu sebab kebinasaan suatu kaum. Allah menceritakan tentang sebab kebinasaan Bani Israil, salah satunya adalah:

كانوا لا يتناهون عن منكر فعلوه، لبئس ما كانوا يفعلون

Mereka itu satu sama lain tidak mencegah dari kemungkaran yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. [Al Ma-idah : 79

Bahkan mencegah saudara sesama muslim dari perbuatan salah merupakan bukti wala’ seorang muslim terhadap saudaranya, sebagaimana Allah sebutkan dalam firman-Nya di surat At Taubah:71 di atas.

Rasulullah bersabda:

انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُوْمًا. قَالُوا : يَا رَسُوْلَ اللهِ هَذَا نَنْصُرُهُ مَظْلُوْمًا، فَكَيْفَ نَنْصُرُهُ ظَالِمًا؟ قَالَ : تَأْخُذْ فَوْقَ يَدَيْهِ

Tolonglah saudaramu yang zhalim maupun yang terzhalimi.

Para shahabat bertanya: ‘Wahai Rasulullah, jelas kami akan menolong yang terzhalimi, tapi bagaimana kami akan menolong orang yang zhalim?

Rasulullah menjawab: yaitu (dengan cara) kamu tahan tangannya (agar tidak berbuat zhalim).” [HR. Al Bukhari]


Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan : “Menganjurkan manusia agar berpegang dan mengikuti As Sunnah serta mencegah jangan sampai bid’ah muncul dan tersebar, termasuk amar ma’ruf nahi munkar. Bahkan ini merupakan amal shalih yang paling mulia, sehingga seharusnya betul-betul dijalankan dengan penuh keikhlashan mengharapkan wajah Allah ” [Minhajus Sunnah V/253].

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata : “Da’i yang mengajak kepada satu bid’ah berhak menerima hukuman, menurut kesepakatan kaum muslimin. Hukuman itu terkadang berupa hukuman mati atau yang lebih ringan, sebagaimana para salafush shalih membunuh Jahm bin Sufyan, Ja’d bin Dirham, Ghailan Al Qadari, dan lain-lain. Seandainya dia dianggap tidak berhak dihukum atau tidak mungkin dihukum seperti itu, maka menjadi sebuah keharusan untuk diterangkan kebid’ahannya dan men-tahdzir umat supaya menjauhinya. Karena sesungguhnya hal ini termasuk amar ma’ruf nahi munkar yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.” [Majmu’ul Fatawa XXXV/414]

Membantah orang-orang munafiq dan para pembawa kebatilan termasuk bagian daripada jihad fisabilillah. Allah dengan tegas memerintahkan kepada Nabi-Nya:

يا أيها النبي جاهد الكفار و المنافقين و اغلظ عليهم، و مأواهم النار و بئس المصير

Wahai Nabi, berjihadlah melawan orang-orang kafir dan munafiqin, serta bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat tinggal mereka adalah jahannam, dan itu sejelek-jelek tempat tinggal [At Taubah:73]

Mujahid itu tidak hanya mereka yang terjun di medan tempur dengan mengangkat senjata. Para pembela agama dari kerusakan, penyimpangan, dan penyelewengan juga termasuk mujahid. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh seorang mujahid besar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah: “Orang yang membantah ahli bid’ah adalah mujahid.”

Al Imam Al Mujahid Ibnu Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah berkata: “Jihad melawan munafiqin ini lebih berat daripada jihad melawan orang-orang kafir. Jihad ini merupakan jihadnya orang-orang khusus dari umat ini, yaitu para ‘ulama pewaris para nabi. Maka orang-orang yang tampil menegakkan jihad jenis ini hanyalah segelintir orang saja, demikian juga orang yang mau membantu mereka hanya sedikit saja. Namun demikian, meskipun secara jumlah mereka itu sedikit, mereka sangat besar kedudukannya di sisi Allah.” –sekian dari Ibnul Qayyim-

Yahya bin Yahya, guru Al Imam Al Bukhari dan Al Imam Muslim, : MEMBELA SUNNAH LEBIH UTAMA DARIPADA JIHAD (perang melawang orang kafir!) [Majmu’ Al Fatawa IV/13].
Al Imam Al Harawi meriwayatkan dengan sanad beliau dari Nashr bin Zakariya ia berkata: Saya mendengar Muhammad bin Yahya Adz Dzuhli berkata: “Saya mendengar Yahya bin Yahya berkata: “Membela Sunnah lebih utama daripada jihad fi sabilillah!” Muhammad bin Yahya berkata (keheranan): “Seorang mujahid telah menyerahkan hartanya, mengerahkan kekuatannya dan berjihad di jalan Allah, lantas (bagaimana mungkin) pembela sunnah itu lebih utama daripadanya?”

“Benar, bahkan (pembela sunnah) jauh lebih utama!” jawab Yahya [Dzammul Kalam lembaran A- 111].

Al Humaidi, salah seorang guru Al Imam Al Bukhari, berkata : Demi Allah, aku lebih suka menyerang orang-orang yang menolak hadits Rasullullah daripada menyerang sebanyak itu tentara At Turk” [diriwayatkan oleh Al Harwi melalui sanadnya sendiri dalam Kitab Dzammul Kalam (288-Syibl)], Maksud tentara At Turk di sini adalah tentara Kafir.

Saya menemukan pernyataan serupa dari ‘ulama yang lebih tinggi tingkatannya daripada Al Humaidi, yaitu Ashim bin Syumaikh bahwa dia bercerita: “Saya bertemu dengan Abu Sa’id Al Khudri saat beliau sudah lanjut usia dan tangan beliau sudah gemetaran. Beliau berkata: “Memerangi mereka (yaitu Khawarij) menurutku lebih utama daripada memerangi tentara (kafir) Al Atrak” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (XV/303) dan Ahmad (III/33)]

Oleh sebab itu ketika membicarakan hadits Abu Sa’id tentang perintah memerangi Khawarij, Ibnu Hubairah berkata : “Dalam hadits ini dijelaskan bahwa memerangi kaum Khawarij lebih utama daripada memerangi kaum musyrik. Hikmahnya, menumpas kaum Khawarij ini adalah untuk menjaga eksistensi Islam. Sementara memerangi ahli syirik adalah untuk mendatangkan keuntungan bagi Islam. Menjaga keutuhan dan eksistensi tentu lebih utama” [Fathul Baari karya Ibnu Hajar (XII/410]

Abu ‘Ubaid al Qasim bin Sallam berkata: “Orang yang memegang sunnah ibarat memegang bara api. MENURUTKU SEKARANG INI MEMPERTAHANKAN SUNNAH ITU LEBIH UTAMA DARIPADA MENGAYUNKAN PEDANG BERPERANG FIE SABILILLAH” [Tarikh Baghdad (XII/410)]

Ibnul Qayyim berkata : “JIHAD DENGAN HUJJAH DAN LISAN LEBIH DIDAHULUKAN DARIPADA JIHAD DENGAN PEDANG DAN TOMBAK” [Syarah Qasidah An Nuniyah oleh Muhammad Khalil Haras (I/12) dan silahkan lihat juga Al Jawabus Shahih oleh Ibnu Taimiyah (I/237)]

Ibnul Qayyim juga berkata: “Jihad dengan ilmu adalah jihadnya para nabi dan rasul-Nya, orang- orang pilihan dari kalangan hamba-Nya yang mendapat karunia taufiq dan hidayah” [lihat muqaddimah Al Kafiyah Asy Syafiyah hal. 19]

Tapi kenapa menggunakan kata-kata yang keras dan pedas terhadap saudara sendiri?

Ketahuilah, bahwa pada asalnya amar ma’ruf nahi munkar itu dilakukan dengan halus dan lemah lembut. Allah berfirman:

ادع إلى سبيل ربك بالحكمة و الموعظة الحسنة و جادلهم بالتي هي أحسن

“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan nasehat yang baik, serta bantahlah mereka dengan cara yang baik.” [An Nahl : 125]

Allah juga berfirman ketika mengutus Nabi Musa:

اذهبا إلى فرعون إنه طغى  فقولا له قولا لينا لعله يتذكر أو يخشى


“Pergilah kalian berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas, maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” [Thaha : 43-44]

Juga sabda Rasulullah dalam hadits yang dibawakan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha

إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَ لاَ يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ


“Sesungguhnya keleahlembutan itu tidaklah dia berada pada sesuatu kecuali pasti akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatu kecuali akan membuatnya jelek.” [HR. Muslim 2594]

Namun perlu juga kita pahami di sini,bahwa kelembutan bukan berarti kita harus diam terhadap kemungkaran dan kebid’ahan. Asy Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz rahimahullah menjelaskan: “Tidak diragukan bahwa syari’at Islam ini adalah syari’at yang sempurna, datang dengan membawa tahdzir (peringatan) terhadap berbagai sikap ghuluw (melampaui batas) dalam urusan agama. Memerintahkan da’wah ke jalan yang haq dengan hikmah, nasehat yang baik, dan debat dengan cara yang lebih baik. Akan tetapi ternyata syari’at ini sama sekali tidak melupakan sikap keras dan tegas yang diletakkan pada tempatnya, di mana lemah lembut dan debat tidak lagi berguna. Sebagaimana firman Allah :

يا أيها النبي جاهد الكفار و المنافقين و اغلظ عليهم، و مأواهم النار و بئس المصير 

Wahai Nabi, berjihadlah melawan orang-orang kafir dan munafiqin, serta bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat tinggal mereka adalah jahannam, dan itu sejelek-jelek tempat tinggal [At Taubah : 73]

…. –sekian Asy Syaikh bin Baz—

Bahkan terkadang seorang mu’min akan lebih keras dan tegas mengingkari kemungkaran yang ada pada saudaranya daripada terhadap orang kafir. Kita lihat bagaimana lembutnya Nabiyullah Musa mengajak Fir’aun kepada tauhid, tetapi keras terhadap saudaranya Nabiyullah Harun . Allah berfirman tentang itu:

و ألقى الألواح و أخذ برأس أخيه يجره إليه

“Dan Musa pun melemparkan luh-luh (lembaran-lembaran Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menarik kearahnya.” [Al A’raf : 150]
Apakah kita akan menganggap Nabi Musa tidak memiliki sikap wala’ terhadap saudaranya Nabiyullah Harun karena berlemah lembut terhadap thaghut besar tapi kaku dan kasar terhadap saudaranya sendiri?

Bandingkan pula dengan sikap Rasulullah yang menegur shahabatnya sendiri dengan ucapan yang sangat keras hanya karena masalah “sepele” saja.

Di dalam Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim, dari Jabir bin ‘Abdillah dia mengisahkan bahwa Mu’adz biasa shalat bersama Rasulullah , kemudian dia kembali ke kaumnya dan shalat mengimami mereka. (Suatu hari) dia mengimami dengan membaca Surat Al Baqarah. Karena bacaan yang terlalu panjang itu, ada seseorang yang shalat sendiri dengan memendekkan shalat, kemudian langsung pergi. Berita ini sampai kepada Mu’adz, maka dia mencap orang tersebut sebagai munafiq. Kemudian orang itu pun mengetahui hal itu, maka dia pun datang kepada Rasulullah dan mengadukan hal itu: “Wahai Rasulullah, kami ini kaum yang bekerja sendiri untuk mengairi tanaman kami. Dan Mu’adz shalat bersama kami tadi malam dengan membaca surat Al Baqarah. Kemudian saya shalat sendiri lebih ringkas. Lantas dia menuduh saya munafiq.”

Mendengar itu, Rasulullah pun marah dan berkata:

يا معاذ أفتان أنت؟ (ثلاثا). اقرأ : ] و الشمس و ضحاها [ و ] سبح اسم ربك الأعلى [ ونحوها

“Wahai Mu’adz, apa kau ini tukang fitnah! , apa kau ini tukang fitnah! , apa kau ini tukang fitnah! . Bacalah (dalam shalatmu) surat “Wasy Syamsi Wadhuha-ha” dan surat “Sabbihisma Rabikal A’la” atau yang semisalnya.”

Rasulullah marah besar terhadap Mu’adz atas peristiwa tersebut, padahal beliau pernah berkata kepada Mu’adz bahwa beliau mencintainya. Apakah kita kemudian memprotes Rasulullah karena sikap beliau yang “kasar” terhadap shahabatnya sendiri?

Demikianlah, terkadang seorang muslim itu lebih keras pengingkarannya terhadap kebatilan yang dilakukan oleh saudaranya sesama muslim. Itu justru sebagai bukti kecintaannya terhadap sesama muslim, karena dia ingin saudara terselamatkan dari adzab Allah sebagaimana dia pun ingin dirinya terselamatkan dari adzab Allah.

Sikap yang demikian, bukan muncul dari pendapat, analisa, maupun perasaan, namun ditegakkan di atas hujjah, ditegakkan di atas bimbingan Al Qur’an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman dan pengamalan salaful ummah. Lihat pula pembahasan tentang prinsip ini pada tulisan berjudul : “KENAPA SIH KOK BICARANYA KASAR…?”

Menebar keangkuhan menuai kehinaan


Masih berkaca pada untaian nasihat Luqman Al-Hakim kepada anaknya. Menjelang akhir nasihatnya, Luqman melarang sang anak dari sikap takabur dan memerintahkannya untuk merendahkan diri (tawadhu’). Luqman berkata kepada anaknya:


وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَ تَمْشِ فِي اْلأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتاَلٍ فَخُوْرٍ


“Dan janganlah engkau memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong), dan janganlah berjalan dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang angkuh dan menyombongkan diri.” (Luqman: 1

Demikian Luqman melarang untuk memalingkan wajah dan bermuka masam kepada orang lain karena sombong dan merasa dirinya besar, melarang dari berjalan dengan angkuh, sombong terhadap nikmat yang ada pada dirinya dan melupakan Dzat yang memberikan nikmat, serta kagum terhadap diri sendiri. Karena Allah tidak menyukai setiap orang yang menyombongkan diri dengan keadaannya dan bersikap angkuh dengan ucapannya. (Taisirul Karimir Rahman hal. 649)

Pada ayat yang lain Allah k melarang pula:

وَلاَ تَمْشِ فِي اْلأَرْضِ مَرَحاً إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ اْلأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِباَلَ طُوْلاً
“Dan janganlah berjalan di muka bumi dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mencapai setinggi gunung.” (Al-Isra`: 37)

Demikianlah, seseorang dengan ketakaburannya tidak akan dapat mencapai semua itu. Bahkan ia akan menjadi seorang yang terhina di hadapan Allah k dan direndahkan di hadapan manusia, dibenci, dan dimurkai. Dia telah menjalani akhlak yang paling buruk dan paling rendah tanpa menggapai apa yang diinginkannya. (Taisirul Karimir Rahman, hal. 45

Kehinaan. Inilah yang akan dituai oleh orang yang sombong. Dia tidak akan mendapatkan apa yang dia harapkan di dunia maupun di akhirat.

‘Amr bin Syu’aib meriwayatkan dari ayahnya dari kakeknya dari Nabi n:

يُحْشَرُ الْمُتَكَبِّرُوْنَ يَوْمَ الْقِياَمَةِ أَمْثاَلَ الذَّرِّ فِيْ صُوْرَةِ الرِّجاَلِ، يَغْشاَهُمُ الذُّلُّ مِنْ كُلِّ مَكاَنٍ، يُسَاقُوْنَ إِلَى سِجْنٍ مِنْ جَهَنَّمَ يُسَمَّى بُوْلَسَ، تَغْلُوْهُمْ ناَرٌ مِنَ اْلأَنْياَرِ، وَيُسْقَوْنَ مِنْ عُصَارَةِ أَهْلِ النَّارِ طِيْنَةِ الْخَباَل


“Orang-orang yang sombong dikumpulkan pada hari kiamat seperti semut-semut kecil dalam bentuk manusia, diliputi oleh kehinaan dari segala arah, digiring ke penjara di Jahannam yang disebut Bulas, dilalap oleh api dan diberi minuman dari perasan penduduk neraka, thinatul khabal.1” (HR. At-Tirmidzi, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Al-Adabul Mufrad no. 434)

Bahkan seorang yang sombong terancam dengan kemurkaan Allah k. Demikian yang kita dapati dari Rasulullah n, sebagaimana yang disampaikan oleh seorang shahabat mulia, ‘Abdullah bin ‘Umar c:

مَنْ تَعَظَّمَ فِي نَفْسِهِ أَوِ اخْتَالَ فِي مِشْيَتِهِ لَقِيَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَان

“Barangsiapa yang merasa sombong akan dirinya atau angkuh dalam berjalan, dia akan bertemu dengan Allah k dalam keadaan Allah murka terhadapnya.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Asy- Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Al-Adabul Mufrad no. 427)

Kesombongan (kibr) bukanlah pada orang yang senang dengan keindahan. Akan tetapi, kesombongan adalah menentang agama Allah k dan merendahkan hamba-hamba Allah k. Demikian yang dijelaskan oleh Rasulullah n tatkala beliau ditanya oleh ‘Abdullah bin ‘Umar c, “Apakah sombong itu bila seseorang memiliki hullah2 yang dikenakannya?” Beliau n menjawab, “Tidak.” “Apakah bila seseorang memiliki dua sandal yang bagus dengan tali sandalnya yang bagus?” “Tidak.” “Apakah bila seseorang memiliki binatang tunggangan yang dikendarainya?” “Tidak.” “Apakah bila seseorang memiliki teman-teman yang biasa duduk bersamanya?” “Tidak.” “Wahai Rasulullah, lalu apakah kesombongan itu?” Kemudian beliau n menjawab:


Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

Sabtu, 10 Januari 2009


RADIO HANG

radionya kaum muslimin kota Batam....radio hang ini satu-satunya radio yang ngak ada music
nya sama sekali...... klu anda ingin dengar lansung aja anda buka tu radio anda di frefekunsi 106 yang anda dengar lantunan-lantunan ayat suci al-qur'an yang sangat indah suara nya..... dan anda juga bisa dengar ceramah kajian yang menyanpaikan Ust-ust lulusan madinah....
oooya anda juga bisa dengar di internet lho?? klik aja radio hang di blog aq ini.....

gambar ini sangat indah seperti sorga yang rosul ceritakan..
mungkinkah sorga itu seperti ini???
kita ngak tau... ada ingin sorga???? belilah sorga dengan harta anda........

PANTI ASUHAN ASSAKINAH

disini lah aq tinggal selama klu ngak salah 5thn, panti ini diklola oleh bunda tercinta
aq, dan perjuangan beliau di panti ini sangat lah menharukan...
sebenarnya sich panjang kisah tentang panti ini, namun karna tanggan cepek ngetik
yaudah segini aja.....heheheheh

ini dia istri dari bapak yang baek hatii......
nama nya Ibu Suhaida H....
beliau adalah orang tua angkat aq, beliau lah yang menyalamat kan aq
dari kristenisasi, Baekkan??? klu bunda ngeliat blog ini
asep minta maaf karna udah sering boongin bunda.... maafin asep ya bunda
ku......

dialah org yang sangat berjasa dalam hidup ku........
walaupun beliau pemarahh tapi hati sangat baik...